SEJARAH BERAU
Kabupaten Berau berasal dari Kesultanan Berau yang didirikan sekitar abad ke-14. Menurut sejarah Berau, Raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Surya Nata Kesuma dan Isterinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahan kerajaan pada awalnya berkedudukan di Sungai Lati (sekarang menjadi lokasi pertambangan Batu Bara PT. Berau Coal).
Aji Raden Suryanata Kesuma menjalankan masa pemerintahannya tahun 1400–1432
dengan adil dan bijaksana, sehingga kesejahteraan rakyatnya meningkat.
Pada masa itu dia berhasil menyatukan wilayah pemukiman masyarakat Berau
yang disebut Banua, yaitu Banua Merancang, Banua Pantai, Banua Kuran, Banua Rantau Buyut dan Banua Rantau Sewakung.
Di samping kewibawaannya, kedudukan Aji Raden Suryanata Kesuma
juga sangat berpengaruh, menjadikan dia disegani lawan maupun kawan.
Untuk mengenang jasa Raja Berau yang pertama ini, Pemerintah telah
mengabdikannya sebagai nama Korem 091 Aji Raden Surya Nata Kesuma yang
Rayon Militer Kodam VI/TPR.
Setelah beliau wafat, Pemerintahan Kesultanan Berau
dilanjutkan oleh putranya dan selanjutnya secara turun temurun
keturunannya memerintah sampai pada sekitar abad ke-17. Kemudian awal
sekitar abad XVIII datanglah penjajah Belanda memasuki kerajaan Berau
dengan berkedok sebagai pedagang (VOC). Namun kegiatan itu dilakukan
dengan politik De Vide Et Impera (politik adu domba). Kelicikan
Belanda berhasil memecah belah Kerajaan Berau, sehingga kerajaan
terpecah menjadi 2 Kesultanan yaitu Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur.
Pada saat bersamaan masuk pula ajaran agama Islam ke Berau yang dibawa oleh Imam Sambuayan dengan pusat penyebarannya di sekitar Sukan. Sultan pertama di Kesultanan Sambaliung adalah Raja Alam yang bergelar Alimuddin (1800–1852). Raja Alam terkenal pimpinan yang gigih menentang penjajah belanda. Raja Alam pernah ditawan dan diasingkan ke Makassar
(dahulu Ujung Pandang). Untuk mengenang jiwa Patriot Raja Alam namanya
diabadikan menjadi Batalyon 613 Raja Alam yang berkedudukan di Kota Tarakan.
Sedangkan Kesultanan Gunung Tabur sebagai Sultan pertamanya adalah Sultan Muhammad Zainal Abidin (1800–1833), keturunannya meneruskan pemerintahan hingga kepada Sultan Achmad Maulana Chalifatullah Djalaluddin (wafat 15 April 1951) dan Sultan terakhir adalah Aji Raden Muhammad Ayub (1951–1960). Kemudian wilayah kesultanan tersebut menjadi bagian dari Kabupaten Berau.
Sultan Muhammad Amminuddin menjadi Kepala Daerah Istimewa Berau.
Beliau memerintah sampai dengan adanya peraturan peralihan dari Daerah
Istimewa menjadi Kabupaten Dati II Berau, yaitu Undang-undang Darurat
tahun 1953 Tanggal terbitnya Undang-undang tersebut dijadikan sebagai
Hari jadi Kabupaten Berau. Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 27
tahun 1959, Daerah Istimewa Berau berubah menjadi kabupaten Dati II
Berau dan Tanjung Redeb sebagai Ibukotanya, dengan Sultan Aji Raden
Muhammad Ayub (1960–1964) menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Berau
yang pertama.
Penetapan Kota Tanjung Redeb sebagai pusat pemerintahan Dati II
Kabupaten Berau adalah untuk mengenang pemerintahan Kerajaan
(Kesultanan) di Berau. Di mana pada tahun 1810 Sultan Alimuddin (Raja
Alam) memindahkan pusat pemerintahannya ke Kampung Gayam yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Bugis. Perpindahan ke Kampung Bugis pada tanggal 25 September tahun 1810 itu menjadi cikal bakal berdirinya kota Tanjung Redeb, yaitu kemudian dibadikan sebagai Hari jadi Kota Tanjung Redeb sebagaimana diterapkan dalam Perda No. 3 tanggal 2 April 1992.
Rabu, 04 Juli 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar